tag:blogger.com,1999:blog-71286134933572480812024-03-13T07:59:05.895-07:00Ilmu kesehatan anakDr. Aryohttp://www.blogger.com/profile/05547230006276855594noreply@blogger.comBlogger9125tag:blogger.com,1999:blog-7128613493357248081.post-23194510558451172912010-06-07T15:29:00.001-07:002010-06-07T15:29:49.485-07:00Cairan Infus pada Anak<div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);" class="snap_preview"><p class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Berapa Banyak Cairan yang Dibutuhkan Anak Sehat?</span></strong></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Anak sehat dengan asupan cairan normal, tanpa memperhitungkan kebutuhan cairan yang masuk melalui mulut, membutuhkan sejumlah cairan yang disebut dengan “maintenance”.</span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Cairan maintenance adalah volume (jumlah) asupan cairan harian yang menggantikan “insensible loss” (kehilangan cairan tubuh yang tak terlihat, misalnya melalui keringat yang menguap, uap air dari hembusan napas dalam hidung, dan dari feses/tinja), ditambah ekskresi/pembuangan harian kelebihan zat terlarut (urea, kreatinin, elektrolit, dll) dalam urin/air seni yang osmolaritasnya/kepekatannya sama dengan plasma darah.</span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Kebutuhan cairan maintenance anak berkurang secara proporsional seiring meningkatnya usia (dan berat badan). Perhitungan berikut memperkirakan kebutuhan cairan maintenance anak sehat berdasarkan berat bdan dalam kilogram (kg).<span id="more-399"></span></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Cairan yang digunakan untuk infus maintenance anak sehat dengan asupan cairan normal adalah:<br />NaCl 0.45% dengan Dekstrosa 5% + 20mmol KCl/liter</span></p> <p>Penyalahgunaan cairan infus yang banyak terjadi adalah dalam penanganan diare (gastroenteritis) akut pada anak.</p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Pemberian cairan infus banyak disalahgunakan (overused) di Unit Gawat Darurat (UGD) karena persepsi yang salah bahwa jenis rehidrasi ini lebih cepat menangani diare, dan mengurangi lama perawatan di RS.5</span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Gastroenteritis akut disebabkan oleh infeksi pada saluran cerna (gastrointestinal), terutama oleh virus, ditandai adanya diare dengan atau tanpa mual, muntah, demam, dan nyeri perut. Prinsip utama penatalaksanaan gastroenteritis akut adalah menyediakan cairan untuk mencegah dan menangani dehidrasi.6</span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Penyakit ini umumnya sembuh dengan sendirinya (self-limiting), namun jika tidak ditangani dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit yang bisa mengancam nyawa. Dehidrasi yang diakibatkan sering membuat anak dirawat di RS.6</span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Terapi cairan yang diberikan harus mempertimbangkan tiga komponen: rehidrasi (mengembalikan cairan tubuh), mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung, dan “maintenance”.3 Terapi cairan ini berdasarkan penilaian derajat dehidrasi yang terjadi.</span></p> <p class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Penilaian Derajat Dehidrasi (dinyatakan dalam persentase kehilangan berat badan)3</span></strong></p> <p class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Tanpa Dehidrasi: </span></strong></p> <ul type="disc"><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Diare berlangsung, namun produksi urin normal, maka makan/minum dan menyusui diteruskan sesuai permintaan anak (merasa haus). </span></li></ul> <p class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Dehidrasi Ringan (</span></strong></p> <ul type="disc"><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Kotoran cair (watery diarrhea)</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Produksi urin (air seni) berkurang</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Senantiasa merasa haus</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Permukaan lapisan lendir (bibir, lidah) agak kering</span></li></ul> <p class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Dehidrasi Sedang (5-10%)</span></strong></p> <ul type="disc"><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Turgor (kekenyalan) kulit berkurang</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Mata cekung</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Permukaan lapisan lendir sangat kering</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Ubun-ubun depan mencekung</span></li></ul> <p class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Dehidrasi Berat (>10%)</span></strong></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah:</span></p> <ul type="disc"><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Denyut nadi cepat dan isinya kurang (hipotensi/tekanan darah menurun)</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Ekstremitas (lengan dan tungkai) teraba dingin</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Oligo-anuria (produksi urin sangat sedikit, kadang tidak ada), sampai koma</span></li></ul> <p class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Penggantian Cairan pada Anak dengan Gastroenteritis</span></strong></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Derajat dehidrasi (persentase Cairan Rehidrasi Oral (CRO) Cairan intravena/infus<br /><span style="text-decoration: underline;">kehilangan berat badan/BB) </span><br />Ringan (< 5%) 50 ml/kg BB dalam 3 – 4 jam Tidak direkomendasikan<br />Sedang (5 – 10%) 100 ml/kg BB dalam 3 – 4 jam Tidak direkomendasikan<br />Berat ( > 10%) 100 – 150 ml/kg BB dalam 20 ml /kg, Bolus dalam<br />3 – 4 jam (jika masih mampu satu jam (NaCl atau RL)<br />minum CRO)<br />Kehilangan BB berlanjut 10 ml/kg setiap habis BAB 10 ml/kg setiap habis BAB<br />atau muntah atau muntah</span></p> <p>American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan pemberian CRO dalam penatalaksanaan diare (gastroenteritis) pada anak dengan dehidrasi derajat ringan-sedang. Penggunaan cairan infus hanya dibatasi pada anak dengan dehidrasi berat, syok, dan ketidakmampuan minum lewat mulut.5</p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Terapi rehidrasi (pemberian cairan) oral (oral rehydration therapy) seperti oralit dan Pedialyte® terbukti sama efektifnya dengan cairan infus pada diare (gastroenteritis) dengan dehidrasi sedang.4 Keuntungan tambahan lain adalah waktu yang dibutuhkan untuk memberikan terapi CRO ini lebih cepat dibandingkan dengan harus memasang infus terlebih dahulu di Unit Gawat Darurat (UGD) RS. Bahkan dalam analisis penatalaksanaan, pasien yang diterapi dengan CRO sedikit yang masuk perawatan RS. Hasil penelitian ini meyarankan cairan rehidrasi oral menjadi terapi pertama pada anak diare di bawah 3 tahun dengan dehidrasi sedang.4</span></p> <p class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Pada anak dengan muntah dan diare akut, apakah pemberian cairan melalui infus (intravenous fluids) mempercepat pemulihan dibandingkan dengan cairan rehidrasi oral (oral rehydration therapy/solution/CRO/oralit)?</span></strong></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Ternyata pemberian cairan infus tidak mempersingkat lamanya penyakit, dan bahkan mampu menimbulkan efek samping dibandingkan pemberian oralit.5</span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Sebuah penelitian meta analisis internasional yang membandingkan CRO (oralit) dengan cairan intravena/infus pada anak dengan derajat dehidrasi ringan sampai berat menunjukkan bahwa CRO mengurangi lamanya perawatan di RS sampai 29 jam.5 Sebuah studi lain juga menyimpulkan CRO menangani dehidrasi (kekurangan cairan tubuh) dan asidosis (keasaman darah meningkat) lebih cepat dan aman dibandingkan cairan infus.5 Penelitian lain menunjukkan keuntungan lain oralit pada diare dengan dehidrasi ringan-sedang adalah mengurangi lamanya diare, meningkatkan (mengembalikan) berat badan anak, dan efek samping lebih minimal dibandingkan cairan infus.6</span></p> <p class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Pengawasan (Monitoring)</span></strong></p> <ul type="disc"><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Semua anak yang mendapatkan cairan infus sebaiknya diukur berat badannya, 6 –8 jam setelah pemberian cairan, dan kemudian sekali sehari. </span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Semua anak yang mendapatkan cairan infus sebaiknya diukur kadar elektrolit dan glukosa serum sebelum pemasangan infus, dan 24 jam setelahnya.</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Bagi anak yang tampak sakit, periksa kadar elektrolit dan glukosa 4 – 6 jam setelah pemasangan, dan sekali sehari sesudahnya. </span></li></ul> <p class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">DAFTAR PUSTAKA</span></strong></p> <ul type="disc"><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Intravenous Fluids. Clinical Practice Guidelines. Royal Children’s Hospital Melbourne. <a href="http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm">http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm</a> </span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">C Waitt, P Waitt, M Pirmohamed. Intravenous Therapy. Postgrad. Med. J. 2004; 80; 1-6. </span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Nutrition Committee, Canadian Paediatric Society. Oral Rehydration Therapy and Early Refeeding in the Management of Childhood Gastroenteritis. The Canadian Journal of Paediatrics 1994; 1(5): 160-164. </span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Spandorfer PR, Alessandrini EA, Joffe MD, Localio R, Shaw KN. Oral Versus Intravenous Rehydration of Moderately Dehydrated Children: A Randomized, Controlled Trial. Pediatrics Vol. 115 No. 2 February 2005. American Academy of Pediatrics. </span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Banks JB, Meadows S. Intravenous Fluids for Children with Gastroenteritis. Clinical Inquiries, American Family Physician, January 1 2005. American Academy of Family Physicians. </span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">D Payne J, Elliot E. Gastroenteritis in Children. Clin Evid 2004; 12: 1-3. BMJ Publishing Group Ltd 2004. </span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Eliason BC, Lewan RB. Gastroenteritis in Children: Principles of Diagnosis and Treatment. American Family Physician Nov 15 1998. American Academy of Family Physicians. </span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Revision of Intravenous Infusion </span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Martin S. Intravenous Therapy. Nova Southeastern University PA Program.</span></li></ul> </div>Dr. Aryohttp://www.blogger.com/profile/05547230006276855594noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7128613493357248081.post-89362178589288210992010-06-07T15:25:00.000-07:002010-06-07T15:27:36.832-07:00Demam Tifoid Pada Anak<div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);" class="snap_preview"><p><span style="font-family: Times New Roman;"><span style="font-weight: normal;">Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di negara berkembang. Gambaran klinis demam tifoid seringkali tidak spesifik terutama pada anak sehingga dalam penegakan diagnosis diperlukan konfirmasi pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan penunjang ini meliputi pemeriksaan darah tepi, isolasi/biakan kuman, uji serologis dan identifikasi secara molekuler. Berbagai metode diagnostik baru untuk pengganti uji Widal dan kultur darah sebagai metode konvensional masih kontroversial dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Beberapa metode diagnostik yang cepat, mudah dilakukan dan terjangkau harganya untuk negara berkembang dengan sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik, seperti uji TUBEX</span></span><span style="font-weight: normal; font-family: Times New Roman;">â</span><span style="font-family: Times New Roman;"><span style="font-weight: normal;">, Typhidot-M</span></span><span style="font-weight: normal; font-family: Times New Roman;">â</span><span style="font-family: Times New Roman;"><span style="font-weight: normal;"> dan dipstik mungkin dapat mulai dirintis penggunaannya di Indonesia.</span></span><span style="font-family: 'Times New Roman';"> </span></p> <p><span style="font-size: 14pt; line-height: 150%; font-family: 'Times New Roman';">PENDAHULUAN<span id="more-462"></span></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin: 0pt;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. </span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin: 0pt;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: 'Times New Roman';">Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus. </span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><br /><span style="font-family: Times New Roman;">Beberapa faktor penyebab demam tifoid masih terus menjadi masalah kesehatan penting di negara berkembang meliputi pula keterlambatan penegakan diagnosis pasti. Penegakan diagnosis demam tifoid saat ini dilakukan secara klinis dan melalui pemeriksaan laboratorium. Diagnosis demam tifoid secara klinis seringkali tidak tepat karena tidak ditemukannya gejala klinis spesifik atau didapatkan gejala yang sama pada beberapa penyakit lain pada anak, terutama pada minggu pertama sakit. Hal ini menunjukkan perlunya pemeriksaan penunjang laboratorium untuk konfirmasi penegakan diagnosis demam tifoid.<br /></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><br /><span style="font-family: Times New Roman;">Berbagai metode diagnostik masih terus dikembangkan untuk mencari cara yang cepat, mudah dilakukan dan murah biayanya dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Hal ini penting untuk membantu usaha penatalaksanaan penderita secara menyeluruh yang juga meliputi penegakan diagnosis sedini mungkin dimana pemberian terapi yang sesuai secara dini akan dapat menurunkan ketidaknyamanan penderita, insidensi terjadinya komplikasi yang berat dan kematian serta memungkinkan usaha kontrol penyebaran penyakit melalui identifikasi karier. </span></span></p> <p><span style="font-family: Times New Roman;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 150%;">METODE DIAGNOSTIK</span><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"> </span><br /></span></p> <p><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><br /><span style="font-family: Times New Roman;">Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang diperkuat oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Sampai saat ini masih dilakukan berbagai penelitian yang menggunakan berbagai metode diagnostik untuk mendapatkan metode terbaik dalam usaha penatalaksanaan penderita demam tifoid secara menyeluruh.</span></span><span style="font-family: Times New Roman;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"> </span><br /></span></p> <p><span><span style="font-family: Times New Roman;">A. MANIFESTASI KLINIS</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><br /><span style="font-family: Times New Roman;">Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan sangat bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Spektrum klinis demam tifoid tidak khas dan sangat lebar, dari asimtomatik atau yang ringan berupa panas disertai diare yang mudah disembuhkan sampai dengan bentuk klinis yang berat baik berupa gejala sistemik panas tinggi, gejala septik yang lain, ensefalopati atau timbul komplikasi gastrointestinal berupa perforasi usus atau perdarahan. Hal ini mempersulit penegakan diagnosis berdasarkan gambaran klinisnya saja. </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><br /><span style="font-family: Times New Roman;">Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh karena Streptococcus atau Pneumococcus daripada S. typhi. Menggigil tidak biasa didapatkan pada demam tifoid tetapi pada penderita yang hidup di daerah endemis malaria, menggigil lebih mungkin disebabkan oleh malaria.<br /></span></span><span style="font-family: Times New Roman;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Namun demikian demam tifoid dan malaria dapat timbul bersamaan pada satu penderita. Sakit kepala hebat yang menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi lain S. typhi juga dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala mental kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma. Nyeri perut kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gambaran peritonitis akibat perforasi usus.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: 150%; margin: 0pt;"><br /><span style="font-family: Times New Roman;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Pengamatan selama 6 tahun (1987-1992) di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr.Soetomo Surabaya terhadap 434 anak berumur 1-12 tahun dengan diagnosis demam tifoid atas dasar ditemukannya S.typhi dalam darah dan 85% telah mendapatkan terapi antibiotika sebelum masuk rumah sakit serta tanpa memperhitungkan dimensi waktu sakit penderita, didapatkan keluhan dan gejala klinis pada penderita sebagai berikut : panas (100%), anoreksia (88%), nyeri perut (49%), muntah (46%), obstipasi (43%) dan diare (31%). Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran delirium (16%), somnolen (5%) dan sopor (1%) serta lidah kotor (54%), meteorismus (66%), hepatomegali (67%) dan splenomegali (7%).10 Hal ini sesuai dengan penelitian di RS Karantina Jakarta dengan diare (39,47%), sembelit (15,79%), sakit kepala (76,32%), nyeri perut (60,5%), muntah (26,32%), mual (42,11%), gangguan kesadaran (34,21%), apatis (31,58%) dan delirium (2,63%). Sedangkan tanda klinis yang lebih jarang dijumpai adalah disorientasi, bradikardi relatif, ronki, sangat toksik,</span></span><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Times New Roman;"> kaku </span><br /><span style="font-family: Times New Roman;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;">kuduk, penurunan pendengaran, stupor dan kelainan neurologis fokal.3 Angka kejadian komplikasi adalah kejang (0.3%), ensefalopati (11%), syok (10%), karditis (0.2%), pneumonia (12%), ileus (3%), melena (0.7%), ikterus (0.7%).</span></span></p> <p><span style="font-family: Times New Roman;"><span>B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM PENUNJANG</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-family: Times New Roman;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu : </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-family: Times New Roman;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;">(1) pemeriksaan darah tepi</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-family: Times New Roman;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;">(2) pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-family: Times New Roman;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;">(3) uji serologis, dan </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-family: Times New Roman;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;">(4) pemeriksaan kuman secara molekuler.</span></span></p> <p><span style="font-family: Times New Roman;"><span>1. PEMERIKSAAN DARAH TEPI</span></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin: 0pt;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid. </span></p> <p><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Penelitian oleh Darmowandowo (199 <img class="wp-smiley" src="http://s.wordpress.com/wp-includes/images/smilies/icon_cool.gif" alt="8)" /> di RSU Dr.Soetomo Surabaya mendapatkan hasil pemeriksaan darah penderita demam tifoid berupa anemia (31%), leukositosis (12.5%) dan leukosit normal (65.9%).</span><span style="font-family: Times New Roman;"><span> </span><br /></span></p> <p><span><span style="font-family: Times New Roman;">2. IDENTIFIKASI KUMAN MELALUI ISOLASI / BIAKAN</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><br /><span style="font-family: Times New Roman;">Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><br /><span style="font-family: Times New Roman;">Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan meliputi</span></span></p> <ol><li> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">jumlah darah yang diambil</span></span></p> </li><li> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">perbandingan volume darah dari media empedu; dan</span></span></p> </li><li> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">waktu pengambilan darah.</span></span></p> </li></ol> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">Volume 10-15 mL dianjurkan untuk anak besar, sedangkan pada anak kecil dibutuhkan 2-4 mL. Sedangkan volume sumsum tulang yang dibutuhkan untuk kultur hanya sekitar 0.5-1 mL. Bakteri dalam sumsum tulang ini juga lebih sedikit dipengaruhi oleh antibiotika daripada bakteri dalam darah. Hal ini dapat menjelaskan teori bahwa kultur sumsum tulang lebih tinggi hasil positifnya bila dibandingkan dengan darah walaupun dengan volume sampel yang lebih sedikit dan sudah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya. Media pembiakan yang direkomendasikan untuk S.typhi adalah media empedu (gall) dari sapi dimana dikatakan media Gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S. typhi dan S. paratyphi yang dapat tumbuh pada media tersebut.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">Biakan darah terhadap Salmonella juga tergantung dari saat pengambilan pada perjalanan penyakit. Beberapa peneliti melaporkan biakan darah positif 40-80% atau 70-90% dari penderita pada minggu pertama sakit dan positif 10-50% pada akhir minggu ketiga. Sensitivitasnya akan menurun pada sampel penderita yang telah mendapatkan antibiotika dan meningkat sesuai dengan volume darah dan rasio darah dengan media kultur yang dipakai. Bakteri dalam feses ditemukan meningkat dari minggu pertama (10-15%) hingga minggu ketiga (75%) dan turun secara perlahan. Biakan urine positif setelah minggu pertama. Biakan sumsum tulang merupakan metode baku emas karena mempunyai sensitivitas paling tinggi dengan hasil positif didapat pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama perjalanan penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan. Metode ini terutama bermanfaat untuk penderita yang sudah pernah mendapatkan terapi atau dengan kultur darah negatif sebelumnya. Prosedur terakhir ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan kultur pada spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik akan tetapi tidak digunakan secara luas karena adanya risiko aspirasi terutama pada anak. Salah satu penelitian pada anak menunjukkan bahwa sensitivitas kombinasi kultur darah dan duodenum hampir sama dengan kultur sumsum tulang.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">Kegagalan dalam isolasi/biakan dapat disebabkan oleh keterbatasan media yang digunakan, adanya penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang sangat minimal dalam darah, volume spesimen yang tidak mencukupi, dan waktu pengambilan spesimen yang tidak tepat.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7 hari) serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis baku dalam pelayanan penderita. </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"> </p><p><span style="font-family: Times New Roman;"><span>3. IDENTIFIKASI KUMAN MELALUI UJI SEROLOGIS </span></span></p> <p><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 mL yang diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan. Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi :</span></span></p> <ol><li> <p><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">uji Widal</span></span></p> </li><li> <p><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">tes TUBEX®</span></span></p> </li><li> <p><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">metode enzyme immunoassay (EIA)</span></span></p> </li><li> <p><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dan</span></span></p> </li><li> <p><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">pemeriksaan dipstik.</span></span></p> </li></ol> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">Metode pemeriksaan serologis imunologis ini dikatakan mempunyai nilai penting dalam proses diagnostik demam tifoid. Akan tetapi masih didapatkan adanya variasi yang luas dalam sensitivitas dan spesifisitas pada deteksi antigen spesifik S. typhi oleh karena tergantung pada jenis antigen, jenis spesimen yang diperiksa, teknik yang dipakai untuk melacak antigen tersebut, jenis antibodi yang digunakan dalam uji (poliklonal atau monoklonal) dan waktu pengambilan spesimen (stadium dini atau lanjut dalam perjalanan penyakit).</span></span></p> <p><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%;"><br /><span style="font-family: Times New Roman;">3.1<span> </span>UJI WIDAL</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><br /><span style="font-family: Times New Roman;">Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan sejak tahun 1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum.<br /></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung (tube test). Uji hapusan dapat dilakukan secara cepat dan digunakan dalam prosedur penapisan sedangkan uji tabung membutuhkan teknik yang lebih rumit tetapi dapat digunakan untuk konfirmasi hasil dari uji hapusan.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">Penelitian pada anak oleh Choo dkk (1990) mendapatkan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing sebesar 89% pada titer O atau H >1/40 dengan nilai prediksi positif sebesar 34.2% dan nilai prediksi negatif sebesar 99.2%. Beberapa penelitian pada kasus demam tifoid anak dengan hasil biakan positif, ternyata hanya didapatkan sensitivitas uji Widal sebesar 64-74% dan spesifisitas sebesar 76-83%.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"> </p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">Interpretasi dari uji Widal ini harus memperhatikan beberapa faktor antara lain sensitivitas, spesifisitas, stadium penyakit; faktor penderita seperti status imunitas dan status gizi yang dapat mempengaruhi pembentukan antibodi; gambaran imunologis dari masyarakat setempat (daerah endemis atau non-endemis); faktor antigen; teknik serta reagen yang digunakan.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta sulitnya melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya dalam penatalaksanaan penderita demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid (penanda infeksi). Saat ini walaupun telah digunakan secara luas di seluruh dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karena belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point). Untuk mencari standar titer uji Widal seharusnya ditentukan titer dasar (baseline titer) pada anak sehat di populasi dimana pada daerah endemis seperti Indonesia akan didapatkan peningkatan titer antibodi O dan H pada anak-anak sehat. Penelitian oleh Darmowandowo di RSU Dr.Soetomo Surabaya (199 <img class="wp-smiley" src="http://s.wordpress.com/wp-includes/images/smilies/icon_cool.gif" alt="8)" /> mendapatkan hasil uji Widal dengan titer >1/200 pada 89% penderita.</span></span></p> <p><br /><span style="font-family: Times New Roman;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">3.2<span> </span>TES TUBEX®</span></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin: 0pt;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat<span> </span>dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.</span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin: 0pt;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX® ini, beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%. Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang. </span></p> <p><span style="font-family: Times New Roman;">3.3<span> </span>METODE ENZYME IMMUNOASSAY (EIA) DOT </span></p> <p><span style="font-family: Times New Roman;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi terhadap IgM menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak dapat membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode Typhidot-M® yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot® telah dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen terhadap Ig M spesifik.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">Penelitian oleh Purwaningsih dkk (2001) terhadap 207 kasus demam tifoid bahwa spesifisitas uji ini sebesar 76.74% dengan sensitivitas sebesar 93.16%, nilai prediksi positif sebesar 85.06% dan nilai prediksi negatif sebesar 91.66%. Sedangkan penelitian oleh Gopalakhrisnan dkk (2002) pada 144 kasus demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 98%, spesifisitas sebesar 76.6% dan efisiensi uji sebesar 84%. Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 79% dan spesifisitas sebesar 89%.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">Uji dot EIA tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non-tifoid bila dibandingkan dengan Widal. Dengan demikian bila dibandingkan dengan uji Widal, sensitivitas uji dot EIA lebih tinggi oleh karena kultur positif yang bermakna tidak selalu diikuti dengan uji Widal positif. Dikatakan bahwa Typhidot-M® ini dapat menggantikan uji Widal bila digunakan bersama dengan kultur untuk mendapatkan diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan akurat. </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">Beberapa keuntungan metode ini adalah memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dengan kecil kemungkinan untuk terjadinya reaksi silang dengan penyakit demam lain, murah (karena menggunakan antigen dan membran nitroselulosa sedikit), tidak menggunakan alat yang khusus sehingga dapat digunakan secara luas di tempat yang hanya mempunyai fasilitas kesehatan sederhana dan belum tersedia sarana biakan kuman. Keuntungan lain adalah bahwa antigen pada membran lempengan nitroselulosa yang belum ditandai dan diblok dapat tetap stabil selama 6 bulan bila disimpan pada suhu 4°C dan bila hasil didapatkan dalam waktu 3 jam setelah penerimaan serum pasien.<br /></span></span><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;"> </span></span><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">3.4<span> </span>METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA)</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-family: Times New Roman;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam spesimen klinis adalah double antibody sandwich ELISA. Chaicumpa dkk (1992) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 95% pada sampel darah, 73% pada sampel feses dan 40% pada sampel sumsum tulang. Pada penderita yang didapatkan S. typhi pada darahnya, uji ELISA pada sampel urine didapatkan sensitivitas 65% pada satu kali pemeriksaan dan 95% pada pemeriksaan serial serta spesifisitas 100%. Penelitian oleh Fadeel dkk (2004) terhadap sampel urine penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 100% pada deteksi antigen Vi serta masing-masing 44% pada deteksi antigen O9 dan antigen Hd. Pemeriksaan terhadap antigen Vi urine ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut akan tetapi tampaknya cukup menjanjikan, terutama bila dilakukan pada minggu pertama sesudah panas timbul, namun juga perlu diperhitungkan adanya nilai positif juga pada kasus dengan Brucellosis. </span><br /></span><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;"> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">3.5<span> </span>PEMERIKSAAN DIPSTIK</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"><br /><span style="font-family: Times New Roman;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap. </span><br /></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin: 0pt;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%;">Penelitian oleh Gasem dkk (2002) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 69.8% bila dibandingkan dengan kultur sumsum tulang dan 86.5% bila dibandingkan dengan kultur darah dengan spesifisitas sebesar 88.9% dan nilai prediksi positif sebesar 94.6%. Penelitian lain oleh Ismail dkk (2002) terhadap 30 penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 90% dan spesifisitas sebesar 96%. Penelitian oleh Hatta dkk (2002) mendapatkan rerata sensitivitas sebesar 65.3% yang makin meningkat pada pemeriksaan serial yang menunjukkan adanya serokonversi pada penderita demam tifoid. Uji ini terbukti mudah dilakukan, hasilnya cepat dan dapat diandalkan dan mungkin lebih besar manfaatnya pada penderita yang menunjukkan gambaran klinis tifoid dengan hasil kultur negatif atau di tempat dimana penggunaan antibiotika tinggi dan tidak tersedia perangkat pemeriksaan kultur secara luas.</span></p> <p><span style="font-family: Times New Roman;"><span>4. IDENTIFIKASI KUMAN SECARA MOLEKULER</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-family: Times New Roman;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0pt;"><span style="font-weight: normal; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><br /><span style="font-family: Times New Roman;">Penelitian oleh Haque dkk (1999) mendapatkan spesifisitas PCR sebesar 100% dengan sensitivitas yang 10 kali lebih baik daripada penelitian sebelumnya dimana mampu mendeteksi 1-5 bakteri/mL darah.24 Penelitian lain oleh Massi dkk (2003) mendapatkan sensitivitas sebesar 63% bila dibandingkan dengan kultur darah (13.7%) dan uji Widal (35.6%).<br /></span></span><span style="font-size: 11pt;">Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila prosedur teknis tidak dilakukan secara cermat, adanya bahan-bahan dalam spesimen yang bisa menghambat proses PCR (hemoglobin dan heparin dalam spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses), biaya yang cukup tinggi dan teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari spesimen klinis masih belum memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat ini penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium penelitian. </span></p> </div>Dr. Aryohttp://www.blogger.com/profile/05547230006276855594noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7128613493357248081.post-48920263211344873312010-06-07T15:24:00.000-07:002010-06-07T15:25:44.432-07:00Campak (Morbili)<div style="text-align: justify;" class="snap_preview"><p>Campak (Morbili) adalah penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium prodormal ( kataral ), stadium erupsi dan stadium konvalisensi, yang dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik.Morbili adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai dengan gejala-gejala utama ringan, ruam demam, scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi.</p> <p>Morbili merupakan penyakit akut yang mudah sekali menular dan sering terjadi komplikasi yang serius</p> <p>Hampir semua anak di bawah 5 tahun di negara berkembang akan terserang penyakit ini, sedangkan di negara maju biasanya menyerang anak usia remaja atau dewasa muda yang tidak terlindung oleh imunisasi<span id="more-465"></span></p> <p>Penyakit morbili sebetulnya tidak berakibat fatal apabila menyerang anak-anak yang sehat dan bergizi baik. Tetapi apabila di negara di mana anak yang menderita kurang gizi sangat banyak, morbili merupakan penyakit yang berakibat fatal</p> <p>dan menyebabkan angka kematian meningkat sampai 512%</p> <p>Anak-anak yang bergizi kurang dan terserang morbili, biasanya akan diikuti dengan keadaan yang disebut kwashiorkor. Keadaan ini dapat diterangkan oleh karena meningkatnya kebutuhan kalori dan protein semasa proses infeksi yang disertai dengan demam, nafsu makan menurun dan gangguan pada mulut anak yang rnenyebabkan kesulitan menelan. Di samping itu terjadi perubahan pada mukosa usus yang menyebabkan timbulnya protein losing enteropathy</p> <p>Untuk itu sangat perlu diadakan tindakan pencegahan. Salah satu tindakan yang dinilai paling efektif adalah dengan cara imunisasi. Hal ini dapat memungkinkan basil yang diinginkan sama dengan bila suatu infeksi alamiah terjadi, dan tanpa pengaruh berat seperti bila terinfeksi dengan penyakit itu sendiri.</p> <p>Di Indonesia sudah sejak tahun 1982 program imunisasi morbili dilaksanakan. adapun tujuan imunisasi sendiri adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian, bila mungkin mengeradikasi penyakit tersebut. Untuk mengeradikasi penyakit menular yang mikroorganismenya dapat menginfeksi lebih dari satu hospes, atau pun dapat hidup dalam lingkungan yang kurang menguntungkan merupakan hal yang mustahil ?. Tetapi bila mikroorganisme tersebut secara total bergantung kepada manusia, maka eradikasi penyakit tersebut dapat dilakukan, sebab kedua virus tersebut banyak persamaannya antara lain :</p> <p>- jika menginfeksi akan menimbulkan ruam yang khas dan menimbulkan kekebalan dalam jangka waktu yang lama.</p> <p>- kedua jenis virus ini tidak mempunyai hewan reservoir dan tidak menimbulkan keadaan carrier kronik.</p> <p>Dit.Jen. P2M & PLP sudah melaksanakan program imunisasi morbili secara massal. Untuk mencapai efektifitas optimum, banyak faktor yang harus diperhatikan misal : potensi vaksin itu sendiri, umur anak yang divaksinasi, luas jangkauan imunisasi dan lain-lain. Jangkauan imunisasi ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain : fasilitas vaksin, letak daerah yang akan divaksinasi, kemampuan petugas dan lain-lain.</p> <p>Sedang umur anak yang divaksinasi tiap negara berbeda-beda, tergantung keadaan negara tersebut. Untuk potensi vaksin sangat dipengaruhi cara pengiriman, penyimpanan, penanganan di lapangan dan jenis vaksin itu sendiri. Potensi vaksin morbili yang baik menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) adalah vaksin morbili yang mempunyai potensi</p> <p>103,0/0,5 ml/dosis.</p> <p>Campak hanya akan menulari sekali dalam seumur hidup. Bisa terjadi pada anak-anak yang masih kecil maupun yang sudah besar. Bila daya tahan tubuh kuat, bisa saja anak tidak terkena campak sama sekali.</p> <p>PENYEBAB CAMPAK</p> <p>Penyebab penyakit campak adalah virus campak atau morbili.Pada awalnya, gejala campak agak sulit dideteksi. Namun, secara garis besar penyakit campak bisa dibagi menjadi 3 fase.</p> <p>- Fase pertama disebut masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari. Pada fase ini, anak sudah mulai terkena infeksi tapi pada dirinya belum tampak gejala apa pun. Bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas campak belum keluar.</p> <p>- Pada fase kedua (fase prodormal) barulah timbul gejala yang mirip penyakit flu, seperti batuk, pilek, dan demam. Mata tampak kemerah-merahan dan berair. Bila melihat sesuatu, mata akan silau (photo phobia). Di sebelah dalam mulut muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Terkadang anak juga mengalami diare. Satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,50c.</p> <p>- Fase ketiga ditandai dengan keluarnya bercak merah seiring dengan demam tinggi yang terjadi. Namun, bercak tak langsung muncul di seluruh tubuh, melainkan bertahap dan merambat. Bermula dari belakang kuping, leher, dada, muka, tangan dan kaki. Warnanya pun khas; merah dengan ukuran yang tidak terlalu besar tapi juga tidak terlalu kecil.</p> <p>Bercak-bercak merah ini dalam bahasa kedokterannya disebut makulopapuler. Biasanya bercak memenuhi seluruh tubuh dalam waktu sekitar satu minggu. Namun, ini pun tergantung padadaya tahan tubuh masing-masing anak. Bila daya tahan tubuhnya baik maka bercak merahnya tak terlalu menyebar dan tak terlalu penuh. Umumnya jika bercak merahnya sudah keluar, demam akan turun dengan sendirinya. Bercak merah pun makin lama menjadi kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi), lalu rontok atau sembuh dengan sendirinya. Periode ini merupakan masa penyembuhan yang butuh waktu sampai 2 minggu.</p> <p>CARA PENULARAN</p> <p>Yang patut diwaspadai, penularan penyakit campak berlangsung sangat cepat melalui perantara udara atau semburan ludah (droplet) yang terisap lewat hidung atau mulut. Penularan terjadi pada masa fase kedua hingga 1-2 hari setelah bercak merah timbul. Sayangnya, masih ada anggapan yang salah dalam masyarakat akan penyakit campak. Misalnya, bila satu anggota keluarga terkena campak, maka anggota keluarga lain sengaja ditulari agar sekalian repot. Alasannya, bukankah campak hanya terjadi sekali seumur hidup? Jadi kalau waktu kecil sudah pernah campak, setelah itu akan aman selamanya. Ini jelas pendapat yang tidak benar karena penyakit bukanlah untuk ditularkan. Apalagi dampak campak cukup berbahaya.</p> <p>Anggapan lain yang patut diluruskan, yaitu bahwa bercak merah pada campak harus keluar semua karena kalau tidak malah akan membahayakan penderita. Yang benar, justru jumlah bercak menandakan ringan-beratnya campak. Semakin banyak jumlahnya berarti semakin berat penyakitnya. Dokter justru akan mengusahakan agar campak pada anak tidak menjadi semakin parah atau bercak merahnya tidak sampai muncul di sekujur tubuh.</p> <p>Selain itu, masih banyak orang tua yang memperlakukan anak campak secara salah. Salah satunya, anak tidak dimandikan. Dikhawatirkan, keringat yang melekat pada tubuh anak menimbulkan rasa lengket dan gatal yang mendorongnya menggaruk kulit dengan tangan yang tidak bersih sehingga terjadi infeksi berupa bisul-bisul kecil bernanah. Sebaliknya, dengan mandi anak akan merasa nyaman.</p> <p>PENGOBATAN GEJALA</p> <p>Pengobatan campak dilakukan dengan mengobati gejala yang timbul. Demam yang terjadi akan ditangani dengan obat penurun demam. Jika anak mengalami diare maka diberi obat untuk mengatasi diarenya. Batuk akan diatasi dengan mengobati batuknya. Dokter pun akan menyiapkan obat antikejang bila anak punya bakat kejang.<br />Intinya, segala gejala yang muncul harus diobati karena jika tidak, maka campak bisa berbahaya. Dampaknya bisa bermacam-macam, bahkan bisa terjadi komplikasi. Perlu diketahui, penyakit campak dikategorikan sebagai penyakit campak ringan dan yang berat. Disebut ringan, bila setelah 1-2 hari pengobatan, gejala-gejala yang timbul membaik. Disebut berat bila pengobatan yang diberikan sudah tak mempan karena mungkin sudah ada komplikasi.</p> <p>Komplikasi dapat terjadi karena virus campak menyebar melalui aliran darah ke jaringan tubuh lainnya. Yang paling sering menimbulkan kematian pada anak adalah kompilkasi radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang otak (ensefalitis). Komplikasi ini bisa terjadi cepat selama berlangsung penyakitnya.<br />Gejala ensefalitis yaitu kejang satu kali atau berulang, kesadaran anak menurun, dan panasnya susah turun karena sudah terjadi infeksi “tumpangan” yang sampai ke otak. Lain halnya, komplikasi radang paru-paru ditandai dengan batuk berdahak, pilek, dan sesak napas. Jadi, kematian yang ditimbulkan biasanya bukan karena penyakit campak itu sendiri, melainkan karena komplikasi. Umumnya campak yang berat terjadi pada anak yang kurang gizi.</p> <p>PENANGANAN YANG BENAR</p> <p>Anjuran :</p> <p>Ø Bila campaknya ringan, anak cukup dirawat di rumah. Kalau campaknya berat atau sampai terjadi komplikasi maka harus dirawat di rumah sakit.</p> <p>Ø Anak campak perlu dirawat di tempat tersendiri agar tidak menularkan penyakitnya kepada yang lain. Apalagi bila ada bayi di rumah yang belum mendapat imunisasi campak.</p> <p>Ø Beri penderita asupan makanan bergizi seimbang dan cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya. Makanannya harus mudah dicerna, karena anak campak rentan terjangkit infeksi lain, seperti radang tenggorokan, flu, atau lainnya. Masa rentan ini masih berlangsung sebulan setelah sembuh karena daya tahan tubuh penderita yang masih lemah.</p> <p>Ø Lakukan pengobatan yang tepat dengan berkonsultasi pada dokter.</p> <p>Ø Jaga kebersihan tubuh anak dengan tetap memandikannya.</p> <p>Ø Anak perlu beristirahat yang cukup.</p> <p>PENTINGNYA IMUNISASI CAMPAK</p> <p>Semua penyakit yang disebabkan virus bersifat endemis. Artinya bisa muncul kapan saja sepanjang tahun, tidak mengenal musim. Campak pada anak perlu dicegah dengan imunisasi. Apalagi campak banyak menyerang anak usia balita. Seharusnya, vaksin campak tak memiliki efek samping, tapi karena vaksin dibuat dari virus yang dilemahkan, maka bisa saja satu dari sekian juta virusnya menimbulkan efek samping. Umpamanya, setelah diimunisasi campak, anak jadi panas atau diare.<br />Sebenarnya bayi mendapatkan antibodi dari ibunya melalui plasenta saat hamil. Namun, antibodi dari ibu pada tubuh bayi itu akan semakin menurun pada usia kesembilan bulan. Lantaran itu, pemberian imunisasi campak dilakukan di usia tersebut. Kemudian, karena tubuh bayi di bawah 9 bulan belum bisa membentuk kekebalan tubuh dengan baik maka pemberian vaksinasi campak diulang di usia 15 bulan dengan imunisasi MMR (Measles, Mumps and Rubella). Dengan vaksinasi ini diharapkan bilapun anak terkena campak, maka dampaknya tidak sampai berat atau fatal karena tubuh sudah memiliki antibodinya.<br />Hanya saja, karena saat ini terdapat kecurigaan bahwa bahan pengawet pada vaksin MMR dapat memicu autisme, akhirnya pemberian imunisasi campak tidak diulang. kekhawatiran itu tidak perlu ada lagi jika anak sudah mencapai usia tiga tahun dan mengalami proses tumbuh kembang yang normal. “Sebaiknya anak divaksinasi saja. Boleh ditunda tapi jangan sampai ditiadakan. Sampai besar pun masih bisa divaksinasi. Lebih baik mencegah daripada mengobati.”</p> <p>BEDANYA DENGAN CAMPAK JERMAN</p> <p>Campak Jerman atau rubela berbeda dari campak biasa. Pada anak, campak jerman jarang terjadi dan dampaknya tak sampai fatal. “Kalaupun ada biasanya terjadi pada anak yang lebih besar, sekitar usia 5 sampai 14 tahun,”.<br />Gejalanya hampir sama dengan campak biasa, seperti flu, batuk, pilek dan demam tinggi. Namun, bercak merah yang timbul tidak akan sampai terlalu parah dan cepat menghilang dalam waktu 3 hari. Nafsu makan penderita juga biasanya menurun karena terjadi pembengkakan limpa.</p> <p>Yang perlu dikhawatirkan jika campak jerman ini menyerang wanita hamil karena bisa menular pada janin melalui plasenta (ari-ari). Akibatnya, anak yang dilahirkan akan mengalami sindrom rubela kongenital. Mata bayi akan mengalami katarak begitu lahir, ada ketulian, dan ada pengapuran di otak, sehingga anak bisa mengalami keterbelakangan perkembangan.</p> <p>Jadi, setiap anak perempuan sebaiknya mendapat vaksinasi rubela untuk melindungi janinnya bila ia hamil kelak. Pada anak perempuan kekebalan ini nantinya akan diturunkan kepada bayinya hingga berusia 9 bulan. Perlunya vaksinasi rubela pada pria, karena campak jerman yang mungkin menjangkitinya bisa menulari sang istri yang tengah hamil.</p> </div>Dr. Aryohttp://www.blogger.com/profile/05547230006276855594noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7128613493357248081.post-92052685106989535952010-06-07T15:23:00.000-07:002010-06-07T15:24:17.196-07:00Syndrom Down<div style="text-align: justify;"><span class="style145">Apa itu sindrom down?</span> </div><p style="text-align: justify;"><span class="style146"><strong></strong><br />Down syndrome merupakan kelainan kromosom yakni terbentuknya kromosom 21 (trisomy 21), Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Manusia umumnya memiliki 23 pasang kromosom, sehingga total berjumlah 46. Tetapi, bayi dengan Down Syndrome memiliki jumlah kromosom lebih banyak dari seharusnya, biasanya sekitar 47 buah (salah satu pasang, terdiri dari 3 kromosom). Kelebihan kromosom tersebut, menyebabkan sejumlah masalah, terutama dengan perkembangan tubuh. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span class="style146"><span id="more-613"></span><br />Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr. John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia maka sering juga dikenal dengan Mongoloid.<br />Pertumbuhan anak dengan sindroma down biasanya menunjukkan kecenderungan lebih lambat dan lebih kecil dari teman sebayanya. Otot yang lemah tersebut juga kadang menimbulkan masalah, seperti halnya sukar buang air besar dan permasalahan pencernaan lainnya. Pada anak kecil yang belajar berjalan maupun yang sudah dewasa kadang mengalami keterlambatan dalam berbicara dan kemampuan untuk melayani dirinya sendiri seperti halnya kemampuan dalam hal menyiapkan makanannya sendiri, berpakaian, mandi, buang air kecil dan buang air besar.<br />Sindroma down mempengaruh kemampuan anak untuk mempelajari sesuatu dalam beberapa hal. Memang kebanyakan kecerdasannya agak lemah. Anak dengan sidroma down dapat belajar dan sangat mungkin dalam kemampuannya dalam kehidupan ditingkatkan.<br />Anak dengan sindrom down cenderung menunjukkan gambaran fisik <strong>(symptop)</strong> seperti :</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><ul style="text-align: justify;" class="style132"><li class="style157">Exspresi muka yang datar</li><li class="style157">Ada gari melintang di telapak tangan</li><li class="style157">Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds).</li><li class="style157">Kuping yang lebih kecil dari orang normal</li><li class="style157">Lidah yang menonjol dan berukuran besar</li><li class="style157">Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar</li></ul>Dr. Aryohttp://www.blogger.com/profile/05547230006276855594noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7128613493357248081.post-85799504991983985382010-06-07T07:53:00.000-07:002010-06-07T08:26:13.863-07:00Malnutrisi Energi Protein (MEP) – KwashiorkorMarasmus-kwarsiorkor (Gizi Buruk)<br />A. Definisi<br />Kata “kwarshiorkor” berasal dari bahasa Ghana-Afrika yang berati “anak yang kekurangan kasih sayang ibu”. Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein berat yang disebabkan oleh intake/asupan protein yang inadekuat dengan intake karbohidrat yang normal atau tinggi. Dibedakan dengan Marasmus yang disebabkan oleh intake dengan kualitas yang normal namun kurang dalam jumlah.<br />B. Gejala dan tanda<br />Tanda atau gejala yang dapat dilihat pada anak dengan Malnutrisi protein berat-Kwashiorkor, antara lain:<br />• Gagal untuk menambah berat badan<br />• Pertumbuhan linear terhenti.<br />• Edema gerenal (muka sembab, punggung kaki, perut yang membuncit)<br />• Diare yang tidak membaik<br />• Dermatitis, perubahan pigmen kulit (deskuamasi dan vitiligo).<br />• Perubahan warna rambut menjadi kemerahan dan mudah dicabut.<br />• Penurunan masa otot<br />• Perubahan mental seperti lethargia, iritabilitas dan apatis dapat terjadi.<br />• Perubahan lain yang dapat terjadi adala perlemakan hati, gangguan fungsi ginjal, dan anemia.<br />• Pada keadaan berat/ akhir (final stages) dapat mengakibatkan shock, coma dan berakhir dengan kematian <br /><br />C. Penyebab<br />Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang berlansung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersbut diatas antara lain:<br />• Pola makan<br />Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein adri sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.<br />• Faktor social<br />Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.<br />• Faktor ekonomi<br />Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.<br />• Faktor infeksi dan penyakit lain<br />Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.<br /><br />D. Terapi<br />Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya kondisi anak. Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin dengan restorasi volume darah dan mengkontrol tekanan darah. Pada tahap awal, kalori diberikan dalam bentuk karbohidrat, gula sederhana, dan lemak. Protein diberikan setelah semua sumber kalori lain telah dapat menberikan tambahan energi. Vitamin dan mineral dapat juga diberikan. Dikarenan anak telah tidak mendapatkan makanan dalam jangka waktu yang lama, memberikan makanan per oral dapat menimbulkan masalah, khususnya apabila pemberian makanan dengan densitas kalori yang tinggi. Makanan harus diberikan secara bertahap/ perlahan. Banyak dari anak penderita malnutrisi menjadi intoleran terhadap susu (lactose intolerance) dan diperlukan untuk memberikan suplemen yang mengandung enzim lactas. Penatalaksaan gizi buruk menurut standar pelayanan medis kesehatan anak – IDAI (ikatan dokter anak Indonesia) :<br />E. Komplikasi<br />Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi dikarenakan lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal dan kempuan potensial untuk tumbuh tidak akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistik mengemukakan bahwa kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-anak) dapat menurunkan IQ secara permanen.<br />F. Pencegahan<br />Untuk menghindari terjadinya gizi buruk dapat dilakukan dengan memperbaiki beberapa hal sbb:<br />• Pola makan<br />• Faktor social <br />• Faktor ekonomi<br />• Faktor infeksi dan penyakit lain<br /><br /><br />G. Sumber referensi<br />• Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Malnutrisi energi protein. Dalam : Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta : 2004 ; 217-222.<br />• Health-cares Foundation. Kwashiorkor (kwash&180;eor’kor). Avaliable from : http://health.allrefer.com/health/kwashiorkor-info.htlm. Last update January 2006<br />• Kumar SP. WHO Global Database on Child Growth and Malnutrition – World Health Organization. Avaliable from : http://www.Who.int//nutgrowthdb>. Last update January 2007 <br />• Van Voorhees BW. Kwashiorkor. Avaliable from : http://Pennhealth.com/ency/article/001604.htm. Last update June 13rd 2007 [diakses pada tanggal 20 November 2007<br /><br />H. Tempat Berobat<br />• Semua Rumah sakit yang memiliki dokter spesialis anakDr. Aryohttp://www.blogger.com/profile/05547230006276855594noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7128613493357248081.post-26141787322424522442010-06-07T07:48:00.001-07:002010-06-07T07:52:54.731-07:00HiperBilirubinemia<title>HTML clipboard</title><meta name="GENERATOR" content="Microsoft FrontPage 5.0"><meta name="ProgId" content="FrontPage.Editor.Document"><p style="text-indent: 1.27cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Sebelum membahas Hiperbilirubinemia, maka perlu diketahui dulu tentang ikterus pada bayi. Karena itu merupakan salah satu tanda Hiperbilirubinemia yang dapat diketahui oleh seorang perawat sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang.</span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>A. Definisi</strong></span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">1. Ikterus</span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Adalah perubahan warna kuning pada kulit, membrane mukosa, sclera dan organ lain yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin di dalam darah dan ikterus sinonim dengan jaundice.</span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">2. Ikterus Fisiologis</span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats (2005) adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:</span></p> <ul style="text-align: justify;"><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Timbul pada hari kedua – ketiga</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ikterus hilang pada 10 hari pertama</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Tidak mempunyai dasar patologis</span> </p></li></ul> <p style="margin-left: 1.27cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">3. Ikterus Pathologis/ hiperbilirubinemia</span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ikterus patologis/hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut :</span></p> <p style="margin-left: 1.91cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">a. Menurut Surasmi (2003) bila :</span></p> <ul style="text-align: justify;"><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus <> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ikterus disertai proses hemolisis </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">(inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis)</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ikterus disertai berat lahir <> </p></li></ul> <p style="margin-left: 1.91cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">b. Menurut tarigan (2003), adalah :</span></p> <p style="margin-left: 1.91cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi yang kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg % dan 15 mg %.</span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">4. Kern Ikterus</span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Kern Ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg %) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf spatis yang terjadi secara kronik.</span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>B. Jenis Bilirubin</strong></span></p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Menuru Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjad dua jenis yaitu:</span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.</span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">2. bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.</span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>C. Etiologi</strong></span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Etiologi hiperbilirubin antara lain :</span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">1. Peningkatan produksi</span></p> <ul style="text-align: justify;"><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO.</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat pada</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">bayi hipoksia atau asidosis</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase)</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">diol (steroid)</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirek </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">meningkat misalnya pada BBLR</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Kelainan congenital</span> </p></li></ul> <p style="margin-left: 1.27cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.</span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, toksoplasmasiss, syphilis.</span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic.</span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.</span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>D. Patofisiologi</strong></span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; text-indent: 0.95cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.</span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; text-indent: 0.95cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.</span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; text-indent: 0.95cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.</span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; text-indent: 0.95cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudak melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.</span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>E. Tanda dan Gejala </strong> </span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :</span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.</span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis</span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Sedangkan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-size: x-small;">
<br /></span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>F. Komplikasi</strong></span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dn akhirnya opistotonus.</span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>G. Pemeriksaan Penunjang</strong></span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :</span></p> <ul style="text-align: justify;"><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali pusat pada</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam pertama kelahiran</span> </p></li></ul> <p style="margin-left: 0.64cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>H. Penilaian Ikterus Menurut Kramer</strong></span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Dan membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian bawah sampai tumut, tumit-pergelangan kaki dan bahu pergelanagn tangan dan kaki seta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan.</span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk ditempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain. Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap-tiap nomor disesuaikan dengan angka rata-rata didalam gambar di bawah ini :</span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Tabel hubungan kadar bilirubin dengan ikterus</span></p> <table style="height: 294px;" border="1" cellpadding="7" cellspacing="0" width="451"> <tbody><tr valign="top"> <td width="62"> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Derajat</span></p> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ikterus</span></p></td> <td width="195"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Daerah Ikterus</span></p></td> <td colspan="2" width="250"> <p style="text-align: center;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Perkiraan kadar Bilirubin (rata-rata)</span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="62"> <p align="left"><span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p></td> <td width="195"> <p align="left"><span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p></td> <td width="108"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Aterm</span></p></td> <td width="128"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Prematur</span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="62"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">1</span></p></td> <td width="195"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Kepala sampai leher</span></p></td> <td width="108"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">5,4</span></p></td> <td width="128"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">-</span></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="62"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">2</span></p></td> <td width="195"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Kepala, badan sampai dengan umbilicus</span></p></td> <td width="108"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">8,9</span></p></td> <td width="128"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">9,4</span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="62"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">3</span></p></td> <td width="195"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Kepala, badan, paha, sampai dengan lutut</span></p></td> <td width="108"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">11,8</span></p></td> <td width="128"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">11,4</span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="62"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">4</span></p></td> <td width="195"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Kepala, badan, ekstremitas sampai dengan tangan dan kaki</span></p></td> <td width="108"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">15,8</span></p></td> <td width="128"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">13,3</span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="62"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">5</span></p></td> <td width="195"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Kepala, badan, semua ekstremitas sampai dengan ujung jari</span></p></td> <td width="108"> <p align="left"><span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p></td> <td width="128"> <p align="left"><span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p></td> </tr> </tbody></table> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>I. Diagnosis Banding Ikterus</strong></span></p> <table style="height: 919px;" border="1" cellpadding="7" cellspacing="0" width="483"> <tbody><tr valign="top"> <td width="36%" height="57"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>Anamnesis</strong></span></p></td> <td width="22%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>Pemeriksaan</strong></span></p></td> <td width="24%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>Pemeriksaan penunjang atau diagnosis lain yang sudah diketahui</strong></span></p></td> <td width="18%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>Kemungkinan diagnosis</strong></span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="36%" height="202"> <ul><li> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Timbul saat lahir hari ke-2</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Riwayat ikterus pada bayi</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">sebelumnya</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Riwayat penyakit keluarga:</span></p> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">ikterus, anemia, pembesaran hati,pengangkatan limfa, defisiensi G6PD</span> </p></li></ul> </td> <td width="22%"> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Sangat ikterus</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Sangat pucat</span></p> <p align="left"><span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p></td> <td width="24%"> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Hb<13>8 mg/dl pada hari ke-1 atau kadar Bilirubin>13 mg/dl pada hari ke-2 ikterus/kadar bilirubin cepat</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt; text-align: center;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Bila ada fasilitas: Coombs tes positif</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Defisiensi G6PD</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Inkompatibilitas golongan darah ABO atau Rh</span></p> <p align="left"><span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p></td> <td width="18%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ikterus hemolitik akibat inkompatibilitas darah</span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="36%" height="15"> <ul><li> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Timbul saat lahir sampai</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">dengan hari ke2 atau lebih</span> </p></li><li> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Riwayat infeksi maternal</span> </p></li></ul> </td> <td width="22%"> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Sangat ikterus</span></p> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Tanda infeksi/sepsis: malas minum, kurang aktif, tangis lemah, suhu tubuh abnormal</span></p></td> <td width="24%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Lekositosis, leukopeni, trombositopenia</span></p></td> <td width="18%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ikterus diduga karena infeksi berat/sepsis</span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="36%" height="291"> <ul><li> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Timbul pada hari 1</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Riwayat ibu hamil</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">pengguna obat</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ikterus hebat timbul pada hari</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">ke2</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"> Ensefalopati timbul</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">pada hari ke 3-7</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ikterus hebat yang tidak atau</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"> terlambat diobati</span> </p></li><li> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ikterus menetap setelah </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">usia 2 minggu</span> </p></li></ul> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <ul><li> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Timbul hari ke2 atau lebih</span> </p></li><li> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Bayi berat lahir rendah</span> </p></li></ul> </td> <td width="22%"> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ikterus</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Sangat ikterus, kejang, postur abnormal, letragi</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ikterus berlangsung > 2 minggu pada bayi cukup bulan dan > 3 minggu pada bayi kurang bulan </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Bayi tampak sehat</span></p></td> <td width="24%"> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Bila ada fasilitas: Hasil tes Coombs positif</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Faktor pendukung: Urine gelap, feses pucat, peningkatan bilirubin direks</span></p></td> <td width="18%"> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ikterus akibat obat</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ensefalopati</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ikterus berkepenjangan (Prolonged Ikterus)</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-bottom: 0pt;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Ikterus pada bayi prematur</span></p></td> </tr> </tbody></table> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /></span><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>J. Penatalaksanaan </strong> </span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Berdasarkan pada penyebabnya maka manajemen bayi dengan hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :</span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">1. Menghilangkan anemia</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">2. Menghilangkan antibody maternal dan eritrosit teresensitisasi</span></p> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">3. Meningkatkan badan serum albumin </span></p> <ol style="text-align: justify;"><li> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Menurunkan serum bilirubin</span> </p></li></ol> <p style="margin-left: 0.64cm; text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti, infuse albumin dan therapi obat.</span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>a. Fototherapi</strong></span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. <span>Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.</span></span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia.</span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.</span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>Tabel Terapi</strong></span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Berikut tabel yang menggambarkan kapan bayi perlu menjalani fototerapi dan penanganan medis lainnya, sesuai The American Academy of Pediaatrics (AAP) tahun 1994</span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Bayi lahir cukup bulan (38 – 42 minggu)</span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> </p> <table style="height: 211px;" border="1" cellpadding="7" cellspacing="0" width="479"> <tbody><tr valign="top"> <td width="16%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>Usia bayi (jam)</strong></span></p></td> <td width="18%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>Pertimbangan terapi sinar</strong></span></p></td> <td width="16%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>Terapi sinar</strong></span></p></td> <td width="22%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>Transfuse tukar bila terapi sinar intensif gagal</strong></span></p></td> <td width="27%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>Transfuse tukar dan terapi sinar intensif</strong></span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="16%"> <p align="left"><span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p></td> <td width="18%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Kadar bilirubin</span></p></td> <td width="16%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Indirek serum</span></p></td> <td width="22%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Mg/dl</span></p></td> <td width="27%"> <p align="left"><span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="16%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><24</span></p></td> <td width="18%"> <p align="left"><span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p></td> <td width="16%"> <p align="left"><span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p></td> <td width="22%"> <p align="left"><span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p></td> <td width="27%"> <p align="left"><span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="16%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">25 -48</span></p></td> <td width="18%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">>9</span></p></td> <td width="16%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">>12</span></p></td> <td width="22%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">>20</span></p></td> <td width="27%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">>25</span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="16%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">49 – 72</span></p></td> <td width="18%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">>12</span></p></td> <td width="16%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">>15</span></p></td> <td width="22%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">>25</span></p></td> <td width="27%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">>30</span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="16%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">>72</span></p></td> <td width="18%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">>15</span></p></td> <td width="16%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">>17</span></p></td> <td width="22%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">>25</span></p></td> <td width="27%"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">>30</span></p></td> </tr> </tbody></table> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Bayi lahir kurang bulan perlu fototerapi jika:</span></p> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <table style="height: 153px;" border="1" cellpadding="7" cellspacing="0" width="455"> <tbody><tr valign="top"> <td width="118"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>Usia (jam)</strong></span></p></td> <td width="123"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>Berat lahir <></span></p></td> <td width="123"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>BL 1500 – 2000 g kadar bilirubin</strong></span></p></td> <td width="122"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>BL >2000 g kadar bilirubin</strong></span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="118"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><></p></td> <td width="123"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">> 4</span></p></td> <td width="123"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">> 4</span></p></td> <td width="122"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">> 5</span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="118"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">25 – 48</span></p></td> <td width="123"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">> 5</span></p></td> <td width="123"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">> 7</span></p></td> <td width="122"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">> 8</span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="118"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">49 – 72</span></p></td> <td width="123"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">> 7</span></p></td> <td width="123"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">> 8</span></p></td> <td width="122"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">> 10</span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="118"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">> 72</span></p></td> <td width="123"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">> 8</span></p></td> <td width="123"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">> 9</span></p></td> <td width="122"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">> 12</span></p></td> </tr> </tbody></table> <p style="margin-left: 0.64cm; text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-weight: 700;">Panduan terapi sinar berdasarkan kadar bilirubin serum</span></p> <table style="height: 161px;" border="1" cellpadding="7" cellspacing="0" width="431"> <tbody><tr valign="top"> <td width="163"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>Saat timbul ikterus</strong></span></p></td> <td width="167"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>Bayi cukup bulan sehat kadar bilirubin, mg/dl: (µmol/l)</strong></span></p></td> <td width="170"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>Bayi denagn factor resiko (kadar bilirubin, mg/dl:µmol/l)</strong></span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="163"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Hari ke 1</span></p></td> <td width="167"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Setiap terlihat ikterus</span></p></td> <td width="170"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Setiap terlihat ikterus</span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="163"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Hari ke 2</span></p></td> <td width="167"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">15 (260)</span></p></td> <td width="170"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">13 (220)</span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="163"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Hari ke 3</span></p></td> <td width="167"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">18 (310)</span></p></td> <td width="170"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">16 (270)</span></p></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="163"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Hari ke 4 dst</span></p></td> <td width="167"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">20 (340)</span></p></td> <td width="170"> <p align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">17 (290)</span></p></td> </tr> </tbody></table> <p style="margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>b. Transfusi Pengganti</strong></span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Transfuse pengganti atau imediat didindikasikan adanya faktor-faktor :</span></p> <p style="margin-left: 1.91cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu</span></p> <p style="margin-left: 1.91cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir</span></p> <p style="margin-left: 1.91cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama</span></p> <p style="margin-left: 1.91cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">4. Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama</span></p> <p style="margin-left: 1.91cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama</span></p> <p style="margin-left: 1.91cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl</span></p> <p style="margin-left: 1.91cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">7. Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus</span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-size: x-small;">
<br /> </span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Transfusi pengganti digunakan untuk:</span></p> <p style="margin-left: 1.91cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal</span></p> <p style="margin-left: 1.91cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)</span></p> <p style="margin-left: 1.91cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">3. Menghilangkan serum ilirubin</span></p> <p style="margin-left: 1.91cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan bilirubin</span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;">Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B. setiap 4 -8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil</span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; text-indent: -0.64cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%;" align="left"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><strong>c. Therapi Obat</strong></span></p> <p style="margin-left: 1.27cm; margin-bottom: 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><span>Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. </span>Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika</span></p> Dr. Aryohttp://www.blogger.com/profile/05547230006276855594noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7128613493357248081.post-41567464096012634132010-06-07T07:43:00.000-07:002010-06-07T07:44:01.408-07:00Steroid 4 meningitis bakterial…<div style="text-align: justify;">Bacterial meningitis is uncommon but causes significant mortality and morbidity, despite optimum antibiotic therapy. A clinical trial in 301 patients showed a beneficial effect of adjunctive steroid treatment in adults with acute community-acquired pneumococcal meningitis, but data on other organisms or adverse events are sparse. This led us to do a quantitative systematic review of adjunctive steroid therapy in adults with acute bacterial meningitis. Five trials involving 623 patients were included (pneumococcal meningitis=234, meningococcal meningitis=232, others=127, unknown=30). Overall, treatment with steroids was associated with a significant reduction in mortality (relative risk 0.6, 95% CI 0.4-0.8, p=0.002) and in neurological sequelae (0.6, 0.4-1, p=0.05), and with a reduction of case-fatality in pneumococcal meningitis of 21% (0.5, 0.3-0.8, p=0.001). In meningococcal meningitis, mortality (0.9, 0.3-2.1) and neurological sequelae (0.5, 0.1-1.7) were both reduced, but not significantly. Adverse events, recorded in 391 cases, were equally divided between the treatment and placebo groups (1, 0.5-2), with gastrointestinal bleeding in 1% of steroid-treated and 4% of other patients. Since treatment with steroids reduces both mortality and neurological sequelae in adults with bacterial meningitis, without detectable adverse effects, routine steroid therapy with the first dose of antibiotics is justified in most adult patients in whom acute community-acquired bacterial meningitis is suspected.</div>Dr. Aryohttp://www.blogger.com/profile/05547230006276855594noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7128613493357248081.post-25964179115496593902008-09-26T08:32:00.000-07:002008-09-26T08:33:50.189-07:00asma pada anak<div class="snap_preview"><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><strong>PENDAHULUAN</strong></span></p> <ul><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Kejadian asma pada anak semakin meningkat.</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Prevalensi di Indonesia : </span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">10 % <span> </span>terjadi pada anak usia 6-7 tahun dan </span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">6,5 %<span> pada </span>anak usia <></div> </li></ul> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><strong>DEFINISI </strong></span></p> <ul><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Mengi berulang</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Batuk persisten</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Asma paling mungkin</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Sebab lain telah disingkirkan</span></div> </li></ul> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><strong>PATOFISIOLOGI</strong></span></p> <ul><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Obstruksi jalan nafas</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Kombinasi spasme otot polos bronkus, edema mukosa & sumbatan mukus</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Sumbatan jalan nafas menyebabkan :</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Peningkatan tahanan jalan nafas</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Terperangkapnya udara</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Hiperinflasi</span></div> </li></ul> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><strong>PERUBAHAN PATOLOGIS</strong></span></p> <ul><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Spasme bronkus</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Edema</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Hipersekresi</span></div> </li></ul> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"> Pada </span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><strong>Asma Berat,</strong> t</span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">erjadi perubahan patologis yang menetap berupa:</span></p> <ul><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Deskuamasi epitel</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Hiperplasi kelenjar mukosa</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Penebalan membran basalis</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Hipertrofi otot polos</span></div> </li></ul> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Faktor predisposisi yang memudahkan terjadinya sumbatan saluran nafas bawah pada bayi & anak kecil, antara lain : </span></p> <ul><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Saluran nafas bayi & anak lebih pendek & lebih sempit.</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Kelenturan system bronkus belum berkembang sempurna.</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Sistem kolateral dalam paru belum berkembang sempurna.</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Insersi diafragma pada bayi terletak horizontal.</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-size:100%;"><span style="font-family:Times New Roman;">Serat otot diafragma masih sedikit </span><span style="font-family: Symbol;"><span>®</span></span><span style="font-family:Times New Roman;"> mudah lelah.</span></span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Otot polos saluran nafas perifer belum berkembang sempurna.</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Hiperplasi kelenjar mukus di bronkus utama.</span></div> </li></ul> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><strong>GAMBARAN KLINIS</strong></span></p> <ul><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Sangat bervariasi</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-size:100%;"><span style="font-family:Times New Roman;">Serangan dapat terjadi <span>m</span></span><span style="font-family:Times New Roman;">endadak atau perlahan.</span></span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Serangan akut dapat dipicu oleh : u</span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">dara dingin, a</span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">sap rokok, </span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">SO2, d</span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">ebu rumah, b</span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">ulu binatang, dll. </span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Gejala serangan asma dapat berupa : b</span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">atuk, m</span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">engi, t</span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">akipnea, s</span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">esak nafas, </span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">ekspirasi memanjang, s</span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">ianosis, h</span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">iperinflasi dada, t</span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">akikardi, p</span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">ulsus paradoksus.</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pada s</span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">erangan asma yang hebat : m</span><span style="font-size:100%;"><span style="font-family:Times New Roman;">engi tidak</span><span style="font-family:Times New Roman;"> terdengar, n</span></span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">yeri abdomen, h</span><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">ati & lien mungkin teraba.</span></div> </li></ul> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><strong>DIAGNOSIS</strong></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Didasarkan atas :</span></p> <ul><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Anamnese</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pemeriksaan fisik</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Pemeriksaan penunjang</span></div> </li></ul> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;"><strong>TUJUAN TATA LAKSANA</strong></span></p> <ul><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Meredakan penyempitan jalan nafas secepat mungkin</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Mengurangi hipoksemia</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Mengembalikan fungsi paru pada keadaan normal</span></div> </li><li> <div class="MsoNormal" style="margin: 0pt;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman;font-size:100%;">Rencana tata laksana untuk mencegah kekambuhan</span></div> </li></ul> </div>Dr. Aryohttp://www.blogger.com/profile/05547230006276855594noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7128613493357248081.post-80142658858441196772008-07-11T00:26:00.001-07:002008-09-26T08:30:50.225-07:00Ilmu Kesehatan Anak<div style="text-align: justify;">Silahkan belajar Ilmu Anak, semoga membantu<span style="display: block;" id="formatbar_Buttons"><span class="" style="display: block;" id="formatbar_JustifyFull" title="Rata Penuh" onmouseover="ButtonHoverOn(this);" onmouseout="ButtonHoverOff(this);" onmouseup="" onmousedown="CheckFormatting(event);FormatbarButton('richeditorframe', this, 13);ButtonMouseDown(this);"></span></span><br /><br />=======================================<br /><br />Asma Pada Anak<br /><br />Asma merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anak. Kejadian asma meningkat di hamper seluruh dunia, baik Negara maju maupun Negara berkembang termasuk Indonesia. Peningkatan ini diduga berhubungan dengan meningkatnya industri sehingga tingkat polusi cukup tinggi.<br /><br />Walaupun berdasarkan pengalaman klinis dan berbagai penelitian asma merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak, tetapi gambaran klinis asma pada anak sangat bervariasi, bahkan berat-ringannya serangan dan sering-jarangnya serangan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Akibatnya kelainan ini kadagkala tidak terdiagnosis atau salah diagnosis sehingga menyebabkan pengobatan tidak ade kuat.<br /><br />Umumnya gejala klinis dtandai dengan adanya sesak nafas dan mengi (nafas yang berbunyi). Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak-anak yang menunjukkan batuk dan / atau mengi yang timbul secara episodic, cenderung pada malam / dini hari , musiman, setelah aktivitas, serta adanya riwayat asma dan atopi pada pasien dan keluarganya.<br /><br /><b>Apakah asma itu ? </b><br /><br />Berdasarkan definisi Scadding dan pengalaman klinis Godfrey, asma pada anak ialah penyakit yang ditandai dengan variasi luas dalam periode waktu yang pendek daripada hambatan aliran udara dalam saluran nafas paru yang bermanifestasi sebagai serangan berulang batuk atau mengi yang dipisahkan oleh interval bebas gejala.<br /><br /><b>Perubahan apa yang terjadi pada jaringan ?</b><br /><br />Pengecilan diameter jalan nafas<br />Perubahan respon otot saluran nafas<br />Gangguan persarafan otonom dalam pengaturan otot polos saluran nafas<br />Kerusakan sel epitel mukosa saluran nafas<br /><br /><b>Faktor-faktor pencetus asma pada anak:</b><br /><br />Faktor emosi ; gangguan emosi dapat menyebabkan penyempitan saluran nafas<br />Faktor imunologis / alergi ; saat ini telah banyak bukti bahwa alergi merupakan salah satu faktor penting berkembangnya asma. Atopi merupakan faktor resiko nyata yang dapat menyebabkan timbulnya gejala asma.<br />Faktor non alergi ; infeksi virus / bacterial dan zat-zat iritan / polutan.<br /><br /><b>Apakah atopi itu ?</b><br /><br />Atopi merupakan cikal bakal penyakit yang disebabkan oleh alergi / reaksi imunologis.Beberapa yang sering dijumpai rhinitis alergi, sinusitis, urticaria, alergi terhadap cuaca dan makanan /zat tertentu, dan lain-lain. Harus ditelusuri adanya riwayat penyakit tersebut di atas pada seluruh sanak keluarga.<br /><br /><br /><b>Upaya pencegahan </b><br /><br />Upaya pencegahan asma pada anak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pada anak yang asmanya belum bermanifestasi dan yang telah bermanifestasi.<br /><br /><b>Tindakan pencegahan pada anak yang belum bermanifestasi :</b><br /><br />• Mensegah terjadinya sesitisasi pada anak ; walau faktor genetic merupakan faktor penting, tetapi manifestasinya dipengaruhi faktor lingkungan. Penghindaraan terhadap makanan-makanan yang mempunyai tingkat alerginitis tinggi baik pada ibu hamil dan yang menyusui maupun sang anak.<br />• Orang tua, terutama ibu dianjurkan tidak merokok.<br />• Pencegahan terjadinya infeksi saluran nafas dan akibatnya.<br />• Pemberian asi eksklusif akan memberikan kekebalan dan efek imunologis pada anak.<br />Tindakan pencegahan pada anak yang telah bermanifestasi ;<br />• Menhindarkan faktor pencetus ; alergan makanan, inhalan, bahan iritan, infeksi virus/bakterial, hindari latihan fisik yang berat, perubahan cuaca dan emosi sebagai faktor pencetus.<br />• Penggunaan obat-obatan, untuk mengatasi serangan asma.<br /><br /><b>Hal-hal yang harus diperhatikan pda asma anak </b><br /><br />• Hindari makan makanan yang mengandung kola, bersoda, kacang-kacangan, minuman dingin/es, goreng-gorengan.<br />• Hindari tungau debu yang sering terdapat pada debu kasur dan bantal kapuk, selimut, lantai, karpet gordin , perabot rumah . sebaiknya laci / rak dibersihkan dengan lap basah, gordin dan selimut dicuci setiap 2 minggu , karpet, majalah, mainan , buku dan pakaian yang jarang dipakai diletakkan di luar kamar tidur dan lantai dipel setiap hari.<br />• Hindarkan zat-zat yang mengiritasi ; obat semprot rambut, minyak wangi, asap rokok, asap obat nyamuk , bau cat yang tajam, bau bahan kimia, udara yang tercemar,udara dan air dingin,.<br />• Sebelum melakukan aktivitas fisik sebaiknya jangan melakukan aktivitas fisik yang berat, sebelum melakukan aktivitas fisik sebaiknya melakukan pemanasan terlebih dahulu, dan jika perlu pemberian obat sebelum beraktivitas.<br /><br /><br />© Dr. SuriViana-<a href="http://www.infoibu.com/%E2%80%9Dhttp://www.infoibu.com%E2%80%9D"> www.infoibu.com</a><br /><br />oleh: Taufan Surana<br /><br />Beberapa waktu yang lalu saya melihat sebuah acara di TV Jepang yang sangat memprihatinkan, dimana dari hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah terbesar yang dihadapi oleh anak adalah keterlambatan dalam kemampuan bahasa/komunikasi pada saat anak tersebut menginjak usia 3-4 tahun.<br />Ingat, hal ini sangat mungkin terjadi juga pada anak anda, tanpa anda menyadarinya !<br /><br /><b>Mengapa hal ini terjadi ?</b><br />Ternyata, karena menginginkan anaknya tumbuh dengan cerdas, banyak sekali orangtua yang memberikan permainan kreatif kepada anaknya. Tetapi sayangnya para orangtua tersebut kurang memahami bahwa kecerdasan yang diharapkan dari anak tidak akan dapat tercapai hanya dengan melakukan permainan kreatif melulu.<br /><br />Kemampuan berbicara dan berkomunikasi anak merupakan faktor <b>TERPENTING</b> dalam mendorong kemampuan anak untuk berpikir cerdas.<br />Alasan lain yang mendorong orangtua untuk selalu memberikan mainan kreatif adalah karena dengan permainan tersebut anak menjadi asyik dengan dunianya sehingga orangtua merasa menjadi lebih 'ringan' dalam mengasuhnya.<br /><br />Jangan salah tangkap. Permainan kreatif memang sangat diperlukan oleh anak, tetapi <b>berbicara dengan anak juga merupakan hal yang sangat penting</b>. Keduanya, dan tentunya termasuk juga stimulasi untuk perkembangan fisik, harus diberikan dengan seimbang. <br /><br />Selain itu, banyak orangtua yg memberikan mainan kepada anaknya tanpa tahu fungsi dari mainan tsb. Dan ini adalah masalah yg paling sering ditemukan. Orgtua membelikan mainan yg cukup mahal harganya, tanpa mengetahui tujuan dan fungsi otak bagian mana yg distimulasi oleh permainan tsb.<br /><br />Dengan mengetahui perilaku dan psikologi anak, anda akan lebih memahami tentang jenis mainan yg perlu diberikan pada usia tertentu yang akan merangsang pertumbuhan anak.<br />Jangan sampai mainan tsb membuat bosan atau sebaliknya justru membuat stress anak anda karena stimulasi yg diterima oleh anak anda tidak sesuai dg usianya.<br /><br /><b>Mengapa keterlambatan kemampuan bahasa/komunikasi baru kelihatan setelah anak tersebut menginjak usia 3-4 tahun ?</b><br /><br />Disinilah pentingnya anda mengetahui betapa pentingnya arti <b>3 TAHUN PERTAMA</b> pada kehidupan anak anda. Keterlambatan perkembangan anak sering terjadi karena kurangnya stimulasi yang seharusnya diperoleh oleh anak pada 3 tahun pertamanya.<br /><br />Jika anak anda mempunyai kesempatan untuk melakukan seluruh kegiatan yang memberinya stimulasi-stimulasi yang benar, yakinlah bahwa anak anda pasti akan tumbuh dengan cerdas baik dalam segi fisik, mental maupun sosial.<br /><br /><b>Stimulasi dan tindakan apa saja yang diperlukan oleh anak anda ?</b><br /><br />Pada dasarnya, stimulasi yang diperlukan oleh anak adalah:<br />1. Stimulasi perkembangan emosi.<br />2. Stimulasi perkembangan fisik melalui kebiasaan dan rutinitas.<br />3. Stimulasi perkembangan fisik melalui koordinasi gerakan kasar dan halus.<br />4. Stimulasi perkembangan indera.<br />5. Stimulasi perkembangan bahasa/komunikasi.<br /><br />Apa saja yang perlu anda lakukan untuk melakukan stimulasi di atas ?<br /><br />Informasi detilnya bisa anda peroleh dengan cara <a href="http://ebook.balitacerdas.com/" target="_blank"><b> klik disini </b></a>.<br /><br />Semoga informasi ini berguna bagi kita semua sbg orangtua yg peduli dg perkembangan anak.<br /><br /></div><a href="http://www.inter-metrofund.com/?id=fasttronic1" target="_blank"><br /> <img src="http://www.inter-metrofund.com/banner/imf_banner2.gif" border="0" height="40" width="468" /></a>Dr. Aryohttp://www.blogger.com/profile/05547230006276855594noreply@blogger.com0